Zakat fitrah terdiri dari dua kata, yaitu: zakat yang bermakna
tumbuh, bertambah dan berkah. Sedangkan fitri dari kata al-fithr yang
bermakna makan. Dari kata al-fithr ini dikenal kata ifthar yang
maknanya adalah makan untuk berbuka puasa. Adapun kata futhur
artinya sarapan pagi.108
Zakat ini disebut zakat fithr karena terkait dengan bentuk harta
yang diberikan kepada mustahiqnya, yaitu berupa makanan. Selain itu
zakat ini dinamakan fithr juga karena terkait dengan hari lebaran yang
bernama fithr, yaitu idul fithr yang artinya hari raya fitri.
Pada hari idul fitri umat Islam diharamkan untuk berpuasa, dan
sebaliknya wajib berbuka atau memakan makanan. Oleh karena itu
hari raya itu disebut dengan hari ‘idul fithr. Arti secara bahasa adalah
hari raya makan-makan.
Jadi kesimpulannya, zakat fitrah adalah zakat yang wajib
disebabkan berbuka dari puasa ramadhan. Zakat fitrah hukmnya
wajib atas setiap muslim, anak kecil atau dewasa, laki-laki atau wanita,
budak atau merdeka.109 Zakat fitrah diwajibkan bukan karena sebab
kepemilikan harta secara khusus, namun sebagai kewajiban yang
dibebankan karena berada di penghujung bulan ramadhan.110
Zakat ini berbeda dengan zakat maal (harta). Zakat ini disebut
dengan fithr karena intinya adalah memberi makanan kepada para
mustahiq. Sedangkan zakat maal seperti zakat pertanian, emas, perak, peternakan, dan lainnya dinamakan demikian karena terkait dengan
jenis harta yang wajib dizakatkan.
Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah atau biasa juga disebut
dengan istilah shadaqah al-fithr disyariatkan dalam Islam. Disyariatkan
pertama kali pada bulan Sya’ban tahun kedua semenjak peristiwa
hijrahnya Nabi SAW dari Mekkah ke Madinah. Tepat pada tahun
dimana diwajibkannya syariat puasa bulan ramadhan.
Adapun dalil kewajiban zakat fitri antara lain QS. Al-A’laa (87)
ayat 14-15.
[Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang].
Ayat di atas menurut riwayat Ibnu Khuzaimah diturunkan ketika
berkenan dengan zakat fitrah, yaitu pada malam takbir hari raya dan
sembahyang Idul Fitri.111 Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil
pengertian bahwa dengan menunaikan zakat fitrah dapat menjadi
wasilah untuk mendapatkan keuntungan dan kemenangan.
Selain terdapat dalam Al-Qur’an, kewajiban zakat fitrah juga
terdapat dalam sebuah hadis sebagai berikut.
[Dari Ibnu Umar r.a., bahwasannya Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitri
dari bulan Ramadhan atas manusia satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari
gandum bagi setiap umat muslim yang merdeka atau hamba sahaya, baik lakilaki maupun perempuan.” (HR. Al-Bukhari)]
Kata wajib dalam hadis di atas disepakati dalam istilah syara’
adalah fardhu atau keharusan bagi setiap individu umat Islam. Mazhab
Hanafiah menyatakan bahwa zakat fitrah itu wajib bukan fardhu,
berdasarkan kaidahnya yang membedakan antara fardhu dengan
wajib. Fardhu menurut Hanafiyah, segala sesuatu yang ditetapkan
berdasarkan dalil qath’i (jelas/tegas), sedangkan wajib adalah segala
sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil dzanni. Efek dari perbedaan
ini adalah bahwa orang yang mengingkari fardhu berakibat kufur,
sedangkan orang yang mengingkari wajib berakibat tidak kufur.
Mazhab Maliki mengutip dari Asyhab bahwa zakat fitrah itu
hukumnya adalah sunnah muakkad, ini adalah pendapat sebagian ahli
zahir dan Ibnu Lubban dari Syafi’i. Mereka mentakwilkan kalimat
fardhu di dalam hadis dengan makna qaddarah/memastikan. Apa yang
telah dikemukakan di atas sesungguhnya membantah pendapat
tersebut.
Ibnu Humam berpendapat bahwa menerapkan suatu lafaz pada
makna hakikah Syariahnya dalam ucapan Syar’i (Allah SWT dan
RasulNya) adalah tertentu, sebelum ada faktor yang memalingkan dari
arti itu. Hakikat syariah dalam hadis itu bukan semata-mata dengan
arti qaddara saja, terutama dalam hadis Bukhari dan Muslim bahwa
Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah,
sehingga lafaz faradha artinya adalah amara. Rasulullah SAW
memperkuat kewajiban zakat fitrah dengan menyebutnya zakat,
sehingga masuk pada keumuman zakat yang diperintahkan Allah dan
diancam orang yang mengingkarinya dengan azab yang dahsyat.112
Zakat fitrah mulai disyariatkan pada tahun kedua hijriyah
bersamaan dengan disyariatkannya puasa di bulan Ramadhan. Tujuan Allah swt. mensyariatkan zakat fitrah adalah sebagai
pembersih/penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia
dan keji. Hal ini berdasarkan pada hadis Nabi saw. sebagai berikut.
[Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat
fitri sebagai pembersih (penyucian diri) untuk orang yang berpuasa dari
perbuatan sia-sia dan keji, dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin.”
(HR. Abu Daud)]
Kadang kala dalam berpuasa ada saja orang yang terjerumus
pada omongan dan perbuatan yang tidak ada gunanya, padahal puasa
yang sempurna itu tidak hanya menahan haus dan lapar, akan tetapi
juga menjaga seluruh anggota tubuh dari berbagai perbuatan yang
tercela. Inilah diantara kelemahan yang dimiliki manusia. Zakat fitrah
menjadi salah satu cara untuk melepaskan manusia dari jeratan-jeratan
perbuatan yang tercela. Sehingga zakat menjadi pembersih dari
kemudharatan yang dilakukan atau membersihkan kotoran puasanya
atau menambal segala yang kurang.
Tujuan disyariatkannya zakat fitrah lainnya adalah untuk
mengangkat beban orang-orang fakir. Sehingga zakat fitrah di hari
raya dapat menjadikan mereka untuk tidak perlu meminta-minta
sekaligus membahagiakan mereka di hari itu. Hal ini berdasarkan
hadis Nabi saw.
[Dari Ibnu Umar r.a., bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Cukupilah
mereka di hari ini.” (HR. Ad-Daruquthni), dan di dalam redaksi riwayat imam
Al-Baihaqi disebutkan “Jadikanlah mereka tidak butuh dari keliling di hari
ini”].
Hari raya adalah hari gembira dan bersuka cita, karenanya
kegembiraan itu harus ditebarkan pada seluruh anggota masyarakat
Muslim. Akan tetapi bagi muslim yang miskin tidak akan merasa
bahagia, apabila ia melihat orang kaya dan orang yang mampu makan
segala apa yang nikmat dan baik, sementara mereka tidak mampu
mendapatkan makanan pada hari raya. Tetapi melalui zakat dapat
menumbuhkan rasa kecintaan orang-orang diantara sesama.