Blog

MUALLAF 22 Mei

MUALLAF

Ditinjau dari makna bahasa, muallaf berasal dari kata allafa yang
bermakna shayyarahu alifan yang berarti menjinakkan, menjadikannya
atau membuatnya jinak.40 Allafa bainal qulub bermakna menyatukan
atau menundukkan hati manusia yang berbeda-beda sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an QS. Ali Imran (3) ayat 103.

[Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayatayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk].

Jadi secara bahasa, al-muallafah qulubuhum berarti orang-orang
yang hatinya dijinakkan, ditaklukkan dan diluluhkan, karena yang
ditaklukkan adalah hatinya, maka cara yang dilakukan adalah
mengambil simpati secara halus seperti memberikan sesuatu atau
berbuat baik, bukan dengan kekerasan seperti perang, maupun
paksaan.
Dalam arti istilah para ulama berbeda dalam memberikan
cakupan makna yang terkandung dalam surah at-Taubah ayat 60 pada
lafadz muallafati qulubuhum (orang yang dilunakkan hatinya). Walaupun
berbeda dalam memberikan cakupan maknanya. Ulama tafsir Ibnu
Katsir di dalam tafsir beliau mendefinisikan bahwa muallaf adalah
mereka kaum yang lunak hatinya terhadap Islam dari kalangan orang
yang tidak benar menolongnya, demi memperbaiki dirinya dan
keluarganya, seperti Abu Sufyan bin Harb, Uyainah bin Badr, Aqra’
bin Habis dan para pemimpin kabilah seperti mereka. Selain itu AlQurtubi mendefinisikan muallaf adalah yang dibujuk hatinya. Dalam
tafsir Al-Qurtubi dinyatakan pendapat al-Zuhri tentang muallaf yaitu
orang-orang yang masuk Islam dari kalangan Yahudi dan Nasrani
sekalipun mereka kaya raya.
Secara harfiah kata muallaf berarti orang yang dijinakkan,
sedangkan menurut istilah fikih zakat, muallaf adalah orang yang
dijinakkan hatinya dengan tujuan agar mereka berkenan memeluk
agama Islam atau tidak mengganggu umat Islam atau agar mereka

tetap dan mantap hatinya dalam Islam atau dari kewibawaan mereka
akan menarik orang non muslim untuk memeluk agama Islam.
Dari pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa muallaf ada
dua macam, yaitu:43
1) Orang yang sudah menganut agama Islam. Muallaf semacam ini
terbagi dua pula, yaitu: a) Muslim yang imannya masih dalam
keadaan lemah. Dalam keadaan semacam ini muallaf
diartikan sebagai upaya membujuk hati mereka agar tetap
dalam keislamannya. b) Muslim (akan tetapi mantan kafir)
yang memiliki kewibawaan terhadap kawan-kawan dan
kerabatnya yang masih kafir, sehingga dengan kewibawaan
itu diharapkan mereka akan mengikuti jejaknya memeluk
agama Islam.
2) Orang yang masih kafir. Mereka ini terbagi dua pula, yaitu: a)
orang kafir yang dikhawatirkan akan mengganggu orang
Islam. Kepadanya diberikan zakat dengan maksud
menjinakkan dan melembutkan hatinya untuk tidak
mengganggu, b) orang kafir yang dapat diharapkan untuk
masuk ke dalam Islam. Kepada mereka diberikan zakat
dengan harapan hatinya tertarik untuk menganut agama
Islam.
Sesuai dengan pengertian golongan muallaf di atas maka
golongan muallaf dikategorikan seperti berikut.
a) Muslimin. Golongan muslimin ini merupakan mereka yang baru
memeluk agama Islam, golongan ini dilunakkan hatinya untuk
memperkokoh keyakinannya terhadap Islam apabila diberikan
zakat kepadanya. Mereka ini diberikan zakat karena lemahnya
iman mereka.

b) Kafir. Yakni orang yang dilunakkan hatinya untuk memeluk
agama Islam (dalam arti yang positif), dan orang-orang kafir
yang dikhawatirkan akan kejahatannya kepada kaum muslimin.
Setiap hukum yang diturunkan mengandung alasan dan hikmah,
maka pemberian zakat terhadap muallaf ini mengandung alasan dan
hikmah tersendiri. Yusuf Qardawi memberikan alasan dengan
mengatakan bahwa, pemberian zakat kepada muallaf sebetulnya
bertujuan agar mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau
keyakinannya dapat bertambah kepada Islam. selain itu, pemberian
zakat kepada muallaf dapat menghalang niat jahat mereka terhadap
kaum muslimin atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam
membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.

Beliau juga menambahkan bahwa zakat dalam pandangan Islam
bukan sekadar perbuatan baik yang bersifat kemanusiaan melulu dan
bukan pula sekadar ibadah yang dilakukan secara pribadi, tetapi
merupakan tugas penguasa atau mereka yang berwenang
menguruskan zakat, terutama masalah sasaran zakat untuk golongan
muallaf ini yang menurut kebiasaan tidak mungkin dapat dilakukan
secara perseorangan.
Penguasa atau mereka yang sebangsa itulah yang mempunyai
kesanggupan untuk menetapkan ada tidaknya kebutuhan terhadap
kelompok muallaf ini dan penentuan kriteria mereka serta pemberian
kepada mereka sesuai dengan kemaslahatan Islam dan kebutuhan
kaum muslimin.

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *