Petunjuk Allah kepada manusia dengan menjadikan harta emas
dan perak sebagai pengganti dalam sistem barter merupakan nikmat
yang harus disyukuri oleh manusia dan tidak boleh mengingkarinya
hingga dapat dipahami banyak hikmah di dalamnya. Cara untuk
bersyukur atas nikmatNya adalah dengan menggunakan dan
memanfaatkannya sebaik mungkin.
Sesungguhnya harta, baik emas ataupun perak, diciptakan
untuk diputar penggunaannya, dikembangkan dan diinfakkan hingga
bermanfaat bagi masyarakat. Namun kebanyakan manusia lupa akan
hakikat harta ini dan pemanfaatannya. Mereka mempergunakan harta
karun untuk kepentingan pribadi yang akhirnya akan menyulitkan diri
sendiri, baik dalam pengumpulan maupun pengelolaannya.
Islam telah menyerukan kepada manusia untuk membebaskan diri
dari penghambaan kepada harta. Menginvestasikan harta mereka
hingga akhirnya mendatangkan keuntungan. Menginfakkannya
hingga bermanfaat bagi individu maupun bagi masyarakat. Mencela
orang-orang yang membuat harta tersebut menjadi harta karun
dengan menanam dan menahannya sedemikian rupa serta merusak
fungsi dari harta itu sendiri dalam kehidupan perekonomian
masyarakat. Allah berfirman dalam QS. at-Taubah (9) ayat 24.
[Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih
kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik].
Islam melalui zakat mewajibkan setiap muslim untuk
mengeluarkan hartanya jika telah mencapai nisab dan tersimpan
dalam jangka waktu satu tahun. Dalam hal zakat perhiasan, yakni
emas dan perak, sejatinya terdapat perselisihan pendapat di kalangan
para ulama. Namun, yang rajih (kuat) adalah pendapat yang
mengatakan bahwa keduanya ada zakatnya. Hal ini berdasarkan
firman Allah dalam QS. At-Taubah (9) ayat 34.
[Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orangorang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih] Demikian pula keumuman hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu:
[Setiap pemilik emas dan perak yang enggan menunaikan haknya,
maka pada Hari Kiamat nanti emas dan perak miliknya tersebut akan
dijadikan sebuah lempengan yang dibentuk dengan api. Kemudian
lempengan tersebut akan dipanaskan di dalam neraka Jahanam, dan
disetrikalah lambung, dahi, dan punggungnya dengannya. Setiap kali
tubuhnya menjadi dingin, azab itu akan kembali diulang untuknya.
Demikianlah azab yang diterimanya pada hari yang lamanya
sebanding dengan 50 ribu tahun; sampai datangnya keputusan atas
para hamba. Kemudian dia pun melihat jalannya, apakah menuju
surga atau neraka. HR. Muslim no. 987]
Secara umum, ayat dan hadis ini menunjukkan adanya hak zakat
pada emas dan perak yang wajib ditunaikan oleh pemiliknya, apapun
bentuk serta sifat emas dan perak tersebut.
Diwajibkan zakat atas keduanya, baik berupa mata uang,
kepingan (cetakan), atau masih bungkalan, jika banyak yang dimiliki
masing-masingnya sudah sampai senisab dan waktunya cukup
setahun serta yang memilikinya itu bebas dari hutang dan keperluan-keperluan vital.
Emas, dengan berbagai macam bentuk dan sifatnya,
dianggap satu jenis dan dijadikan satu dalam perhitungan nisab dan
zakat. Demikian pula halnya perak dengan berbagai macam bentuk
dan sifatnya juga dianggap satu jenis dan dijadikan satu dalam
perhitungan nisab dan zakat. Adapun emas dan perak, keduanya
merupakan dua jenis yang berbeda sehingga keduanya tidak dijadikan
satu dalam perhitungan nisab dan zakat.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang
yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena
segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek,
saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas
dan perak. Sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan
dengan emas dan perak.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dipahami syarat wajib zakat
emas dan perah adalah: a) Berlalu satu tahun (haul), b) kepemilikan penuh, dan c) mencapai nisab.
Jumhur ulama yang terdiri dari
mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah, dan Al-Hanabilah dan pendapat
salah satu ulama Al-Hanafiyah yaitu Zufar, telah bersepakat bahwa
syarat kepemilikan satu haul ini harus dalam arti yang sesungguhnya.
Artinya, misalnya di tengah-tengah tahun jumlah emas itu berkurang
hingga sempat berada batas minimal nisab, maka dengan sendirinya
perhitungan haul itu batal. Kalau nanti emasnya bertambah lagi, maka
akan dimulai lagi perhitungan yang baru dan harus terus sampai
setahun penuh tidak berkurang-kurang jumlahnya.
Agak sedikit berbeda dengan metode yang digunakan dalam
mazhab Hanafi. Dalam mazhab Al-Hanafiyah, bila ditengah-tengah
masa satu haul itu terjadi penurunan jumlah emas, maka hal itu tidak
berpengaruh sehingga termasuk yang diperhitungkan.3
Adapun nisab pada emas yaitu 20 mitsqal. Dari ‘Amr bin Syu’aib,
dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
[Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika
kurang dari 200 dirham].
Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, Nabi
Muhammad SAW bersabda:
memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham.
Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikit pun –maksudnya
zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Bila engkau telah
memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya),
maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan
dari (nishob) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu].
Mitsqal adalah nama satuan berat yang dipakai di masa Rasulullah
SAW. Berat emas 1 mitsqal setara dengan 13/7 dirham, setara juga
dengan 100 buah bulir biji gandum, dan juga setara dengan 4,25
gram.5
Dengan demikian nisab emas dengan hitungan gram adalah
sebesar 4,25 x 20 = 85 gram emas murni. Maka bila jumlah emas yang
dimiliki telah sama dengan 85 gram atau lebih maka ia terkena
kewajiban zakat.
Sedangkan nisab perak adalah 200 dirham. Dasarnya adalah
hadis berikut:
Tidak ada zakat pada perak yang beratnya kurang dari lima uqiyah].
Dirham secara syar’i adalah satuan untuk mengukur berat juga
sebagaimana mitsqal. Para ulama sepakat bahwa 1 uqiyah senilai 40
dirham, yang berarti 5 uqiyah sama dengan 200 dirham. Berat perak 1
dirham setara dengan 7/10 mitsqal, setara dengan 3 gram. Jadi jika
dihitung nisab zakat perak adalah 200 dirham dikali 3 gram sama
dengan 600 gram.
Ukuran zakat wajib dalam emas dan perak adalah seperempat
dari sepersepuluh atau sama dengan 2,5 %. Lebih dari itu harus
disesuaikan dengan perhitungan tersebut, baik sedikit ataupun
banyak.
Emas dan perak tidak dijadikan satu dalam perhitungan nisab
dan zakat. Misalkan seseorang memiliki emas dan perak, namun
masing-masing diantara keduanya tidak mencapai nisab, menurut
pendapat yang rajih tidak ada zakatnya. Emas dan perak hanya wajib
dizakati secara tersendiri, bukan digabungkan satu sama lain untuk
menggenapkan nisab, karena keduanya merupakan jenis yang
berbeda.
Adapun mengenai zakat perhiasan, dalam hal ini terbagi dua.
Pertama, perhiasan emas dan perak. Kedua, perhiasan bukan emas
ataupun perak. Para ulama telah sepakat bahwa perhiasan selain emas
dan perak, seperti intan, permata, mutiara, dan semacamnya tidak
wajib dizakati meski seberapa besar nilainya. Kecuali yang
dipersiapkan untuk diperdagangkan, sehingga perhiasan selain emas
dan perak tersebut tergolong dalam barang-barng dagangan.
Mengenai perhiasan wanita yang berupa emas dan perak, para
ulama berselisih pendapat mengenai apakah ada zakat pada perhiasan
emas dan perak. Ada dua pendapat dalam masalah ini. Jumhur
(mayoritas ulama) berpendapat tidak ada zakat dalam perhiasan emas.
Diantara dalil yang digunakan adalah,
[Tidak ada zakat dalam perhiasan]
Namun hadis ini adalah hadis yang batil jika disandarkan pada
Nabi SAW. Adapun yang tepat, hadits ini hanyalah hadis mauquf,
yaitu perkataan sahabat Jabir. Sebagaimana Baihaqi telah
meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah ditanya tentang perhiasan,
apakah wajib padanya zakat. Jawab Jabir: “Tidak”. Ditanyakan orang
lagi: “Bagaimana kalau sampai seribu dinar?” Ujar Jabir: “Walau lebih
banyak lagi dari itu”.
Sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa emas dan perak
wajib dizakati ketika telah mencapai haul dan nisab, baik berupa
perhiasan yang dikenakan, yang sekedar disimpan atau sebagai barang
dagang.
Dalil-dalil yang mendukung adanya zakat dalam perhiasan adalah
sebagai berikut.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
[Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya
melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api
neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk
dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan
disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya
sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya
apakah ke surga atau ke neraka].
Dari Amr bin Syu’aib dari bapak dari kakeknya, ia berkata bahwa
[Ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah bersama anak wanitanya
yang di tangannya terdapat dua gelang besar yang terbuat dari emas. Maka
Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah mengeluarkan zakat ini?”
Dia menjawab, “Belum.” Rasulullah SAW lantas bersabda, “Apakah engkau senang
kalau nantinya Allah akan memakaikan kepadamu pada hari kiamat dengan dua
gelang dari api neraka.” Wanita itu pun melepas keduanya dan memberikannya kepada
Rasulullah seraya berkata, “Keduanya untuk Allah dan Rasul Nya].
Dari Abdullah bin Syadad bin Hadi, ia berkata bahwa
[Kami masuk menemui Aisyah, istri Rasulullah SAW, lalu beliau
berkata: “Rasulullah masuk menemuiku lalu beliau melihat di tanganku beberapa
cincin dari perak, lalu beliau bertanya, “Apakah ini wahai Aisyah?” Aku pun
menjawab, “Saya memakainya demi berhias untukmu wahai Rasulullah.” Lalu beliau
bertanya lagi, “Apakah sudah engkau keluarkan zakatnya?” “Belum”, jawabku.
Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah itu untuk memasukkanmu dalam api
neraka].
Dari Asma’ binti Yazid, ia berkata bahwa
[Saya masuk bersama bibiku menemui Rasulullah dan saat itu bibiku
memakai beberapa gelang dari emas. Rasulullah SAW bertanya kepada kami,
“Apakah kalian sudah mengeluarkan zakat ini?” Kami jawab, “Tidak.”
Rasulullah SAW bersabda, “Tidakkah kalian takut kalau nantinya Allah akan
memakaikan kepada kalian gelang dari api neraka. Oleh karenanya, keluarkanlah
zakatnya].
Pendapat yang terkuat adalah tetap adanya zakat pada perhiasan.
Inilah pendapat yang lebih hati-hati dan terlepas dari perselisihan yang
kuat dalam hal ini. Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipatif,
sehingga perhiasan yang dipergunakan secara mubah harus dizakati.13
Sama halnya dengan zakat emas dan perak, zakat perhiasan ini
dikeluarkan setiap tahunnya saat haul (mencapai 1 tahun hijriyah) dan
selama masih mencapai nisab.